Pada pertemuan kali ini, bersama dengan bapak Iswandi, kami membahas fungsi televisi. Bagaimana sebenarnya televisi itu mempengaruhi khalayak serta efek negatif yang muncul dari televisi itu sendiri.
Hingga awal Juni 2010, Jumlah stasiun TV swasta lokal di Indonesia yang telah bersiaran ada 119. 105 diantaranya adalah stasiun TV lokal yang telah mendapat IPP Prinsip. Sedangkan 14 lainnya adalah Stasiun TV lokal yang telah mendapat IPP Existing. Selain itu, jumlah pemohon TV swasta sampai Juli 2010 adalah 93 Pemohon yang tersebar hampir di seluruh provinsi di Indonesia.
Berikut ini adalah nama 10 stasiun TV swasta yang bersiaran secara nasional (berjaringan) :
1. RCTI
2. SCTV
3. TPI
4. ANTV
5. Trans TV
6. Trans 7
7. Metro TV
8. Global TV
9. TV One
10. Indosiar
Hidup di era globalisasi berarti hidup di era yang penuh dengan persaingan. Di era ini kita dapat melihat perkembangan yang pesat dari berbagai aspek kehidupan, terutama teknologi. Salah satunya adalah televisi. Pertumbuhan stasiun TV sangat pesat karena secara umum saat ini dunia berada dalam era teknologi informasi/komunikasi. Perkembangan tersebut dapat terjadi di Indonesia dikarenakan beberapa hal, diantaranya :
· Pasar penonton yang menjanjikan
· Cakupan wilayah yang luas
· Maraknya pertumbuhan PH (250-an)
· Pola menonton masyarakat yang tidak sehat (Heavy Viewer)
Karena faktor-faktor tersebutlah muncul persaingan yang tidak sehat antar stasiun televisi. Salah satu hal yang membuat stasiun TV bersaing secara tidak sehat adalah adanya rating. Rating menjadi rujukan utama produksi program televisi. Implikasinya adalah, isi (program) tayangan televisi yang nyaris seragam. Selain itu, terpusatnya kepemilikan stasiun televisi. Implikasinya adalah, televisi menjadi alat penopang kekuasaan ekonomi/politik. Dalam konteks ini maka RATING dan AGENDA SETTING menjadi terma kunci dalam studi ekonomi/politik media televisi.
Rating itu sendiri adalah evaluasi atau penilaian atas sesuatu. Rating merupakan data kepemirsaan televisi. Data merupakan hasil pengukuran secara kuantitatif. Jadi rating bisa dikatakan sebagai rata-rata pemirsa pada suatu program tertentu yang dinyatakan sebagai persentase dari kelompok sampel atau potensi total.
Dalam pengertian yang lebih mudah, rating adalah jumlah orang yang menonton suatu program televisi terhadap populasi televisi yang di persentasekan. Data kepemirsaan TV itu dihasilkan berdasarkan survei kepemirsaan TV (TV Audience Measurement/ TAM). Di Indonesia survei kepemirsaan televisi kini diselenggarakan oleh AGB Nielsen Media Research (AGB NMR).
Jika kita membahas cara kerja rating itu sendiri harus melalui beberapa tahap. Pengoperasian dan prosedur standar survei kepemirsaan TV yang mengacu pada GGTAM harus melalui tujuh proses pokok, yaitu:
1. TV Establishment Survey, menentukan populasi keluarga yang memiliki TV di 10 kota besar.
2. Pemilihan Panel, setiap panel memiliki karakteristik berbeda.
3. Metering Equipment (TVM-5): pemasangan di rumah tangga panel.
4. Pengumpulan Data, data dikumpulkan melalui 2 cara, on line dan off line polling.
5. The Production (Pollux System), pemerosesan data.
6. TV Monitoring, data digabung dengan data monitoring program TV dan iklan.
7. Pengiriman Data (via Arianna), merupakan software yang harus dimiliki pelanggan. Dapat diakses setiap jam 10 pagi.
Saat ini, sudah banyak penelitian yang membahas mengenai rating. Semua tayangan yang mendapat rating tinggi belum tentu memiliki kualitas tinggi menurut pemirsa (hasil penelitian Program Studi Televisi IKJ, 2006). Sebaliknya, tidak semua tayangan yang kualitas tinggi memiliki rating yang tinggi, (hasil penelitian Yayasan SET, 2007).
Contoh tayangan dengan rating tinggi tapi kualitas rendah ;
• Putri yang di Tukar (RCTI)
• Uya Emang Kuya (SCTV)
• OVJ (Trans 7)
Contoh tayangan dengan kualitas tinggi tapi rating rendah ;
• Kick Andy (Metro TV)
• Oasis (Metro TV)
• Dunia Binatang (Trans 7)
Peringkat Stasiun Televisi yang Bersiaran Nasional (Sumber: Nielsen Audience Measurement 1-17 Juli 2010):
· Berdasarkan Iklan:
1. RCTI
2. SCTV
3. GLOBAL TV
4. TRANS TV
5. TPI/MNC
6. TRANS 7
7. ANTV
8. INDOSIAR
9. TV ONE
10. METRO TV
· Berdasarkan Program:
1. RCTI
2. TRANS TV
3. SCTV
4. TPI
5. INDOSIAR
6. TRANS 7
7. ANTV
8. GLOBAL TV
9. TV ONE
10. METRO TV
Data tersebut belum termasuk jumlah lembaga penyiaran berlangganan yang menyajikan berbagai program dari stasiun televisi asing yang jumlahnya ratusan. Tidak bisa tidak, saat ini kehidupan kita bukan saja dikepung oleh televisi, tetapi dipengaruhi dan ditentukan oleh televisi. Televisi seolah-olah anggota keluarga yang eksis tapi tidak tercatat dalam kartu keluarga.
Berbicara mengenai televisi berati kita membicarakan tentang proses komunikasi massa. Salah satu teori komunikasi massa yang sangat mencerminkan betapa televisi akhirnya menjadi salah satu bagian penting dalam kehidupan kita adalah Agenda Setting. McCombs dan Shaw (1972) menguji dasar teori Agenda Setting Media :
· Media massa mempengaruhi penilaian pemilih mengenai apa yang mereka pikir isu utama suatu kampanye Presiden di AS.
· Friming berita dan agenda setting dapat menentukan pilihan khalayak dalam pemilu Presiden di AS.
· Skema agenda setting media menjelaskan, melalui teknik friming, media massa dapat menciptakan dan menentukan berbagai agenda publik. Kebutuhan tersebut seakan-akan harus segera dipenuhi oleh negara (pemerintah).
· Agenda media bermorfosis menjadi agenda publik. Pada titik ini, agenda media memiliki kekuatan membentuk opini publik.
· Opini publik memiliki kekuatan mendorong (mendesak) negara/pemerintah sebagai policy maker.
· Kasus Prita Mulya Sari vs RS Omni International atau penahanan Bibit/Chandra membuktikan kekuatan agenda setting media.
Benarkah agenda media adalah agenda publik?
Suara media adalah suara publik?
Belum tentu, sebab berita dan informasi media adalah komoditas dalam industri media.
Ada beberapa kritik terhadap Agenda Setting yang akhirnya muncul. Menurut Gene Burd, terdapat beberapa catatan penting buat penelitian agenda setting selama ini, yaitu ;
· Terlalu terpusat pada media massa.
· Terlalu banyak mendasarkan pada model garis pertemuan produksi dan pembentuk pendapat publik.
· Menggunakan media massa sebagai mesin pendidikan raksasa yang efektif mensosialisasikan pada publik untuk menerima kebijakan yang dibuat oleh jurnalis.
· Menganggap publik sebagi individu atomistik (homogen, masyarakat massa).
· Komunikasi dilihat sebagai transmisi.
Televisi sebagai media yang paling berpengaruh dalam kehidupan kita memiliki beberapa bahaya yang seringkali tidak kita sadari. Kita dapat menyebutnya ‘5 S’ Bahaya Televisi, yaitu :
· Sara
· Saru (Seks/pornografi)
· Sadis (Kekerasan)
· Sihir (Mistik)
· Sedih
Di antara bahaya tersebut, tayangan Sadis dan Saru yang paling mendominasi Televisi. Pada tahun 1999 s/d 2005 tayangan mistik yang paling mendominasi.
Di Indonesia sendiri, terdapat lembaga yang mengatur dan menyeleksi tayangan tayangan apa yang melakukan pelanggaran, berhubungan erat dengan rating yang didapatkan oleh setiap program pada stasiun Televisi yaitu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). KPI sebagai lembaga negara yang bersifat independen mengatur hal-hal mengenai penyiaran (Pasal 7 UU 32/2002). Namun, Faktanya, KPI hanya mengurusi isi siaran. KPI memiliki kewenangan menjatuhkan sanksi (Pasal 55 UU 32/2002) berupa :
· teguran tertulis;
· penghentian sementara
· pembatasan durasi dan waktu siaran;
· denda administratif;
· pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu;
· tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran;
· pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran.
Faktanya : Tidak semua sanksi bisa diterapkan.
· Sosialisasi P3/SPS bagi pelaku industri televisi.
· Monitoring real time terhadap seluruh televisi siaran nasional selama 15 jam.
· Menjatuhkan sanksi bagi televisi yang melakukan pelanggaran (hingga tetes keringat teriakhir).
· Melakukan gerakan masyarakat melalui media literasi.
· Melakukan survey apresiasi khalayak terhadap program televisi.
KESIMPULAN
Televisi menjadi salah satu media yang sangat mempengaruhi kehidupan khalayak saat ini. Tidak jarang pola pikir khalayak di tentukan berdasarkan apa yang ia lihat dan tonton melalui televisi. Televisi dapat memberikan banyak manfaat bagi khalayak apabila khalayak dapat menggunakannya dengan cerdas. Namun, ternyata tanpa disadari Televisi sebenarnya telah memprovokasi khalayak dengan tontonan yang justru mengandung bahaya. Khalayak seolah-olah terhipnotis dengan hal-hal tersebut dan menanggap hal tersebut menjadi menarik.
Oleh karena itu, sebagai pengguna Televisi yang cerdas, kita harus dapat memilih tayangan apa saja yang bermanfaat dan dapat menambah wawasan kita. Sebagai khalayak kita diharapkan aktif terhadap pemberitaan yang diberitakan oleh Televisi. Jangan menjadi khalayak yang pasif, karena jika kita pasif dan menerima mentah-mentah apa yang diberikan oleh Televisi, kita akan cenderung terpaku dengan pemberitaan mereka dan tidak dapat melihat dari sudut pandang yang lain.
SUMBER
· Ringkasan Perkuliahan dari Bapak Dr. Iswandi Syahputra, M.Si
· Gambar dari www.google.com
· Video dari www.youtube.com
0 komentar:
Posting Komentar